Jumat, 08 Agustus 2008

Barcode System Untuk Pemilu

Otomatisasi proses registrasi pemilih di TPS (pencatatan kedatangan, pengecekan kartu pemilih, pengecekan data ke daftar pemilih tetap, pengecekan apakah pemilih tersebut sudah datang sebelumnya) ternyata terbukti dapat mempercepat proses hampir 3 kali lipat. Kalau secara manual bisa pemilih yang diregistrasi di TPS adalah 4.8 pemilih per menit, dengan mengotomatisasinya makan kecepatannya dapat ditingkatkan menjadi 13.4 pemilih per menit.
Data di atas adalah hasil penelitian Dr. Hasyim Gautama yang dipresentasikan di Serial Diskusi Sabtuan ISTECS, hari Sabtu 28 Mei 2005 yang lalu dengan judul "Towards the Use of Electronic Voting for Indonesian Election". Untuk sebuah TPS dengan jumlah pemilih sekitar 1900 orang seperti di TPS KBRI Den Haag, Belanda, jelas terasa pemanfaatan e-technology dalam pelaksanaan Pemilu tahun lalu.

Teknologi yang digunakan adalah penggunaan barcode pada kartu pemilih. Ketika si pemilih datang, petugas di TPS cukup meng-scan barcode di kartu itu maka secara otomatis data pemilih akan tercek dengan cepat. Kemudian si pemilih dapat diberikan kartu suara untuk selanjutnya melakukan pencoblosan.

Tidak hanya dalam bentuk presentasi, Hasyim juga memberikan demo bagaimana sistim yang dibangunnya untuk PPLN Belanda ini bekerja, lengkap dengan hardwarenya seperti sebuah scanner tangan dan laptop. Contoh bagaimana misalnya ada orang yang mencoba datang untuk kedua kalinya, ternyata dapat mudah terdeteksi dengan sistim ini.

Dipaparkan juga bahwa pelaksanaan sebuah pemilu itu pada dasarnya terdiri dari 3 proses: registrasi pemilih, proses pecoblosan dan proses perhitungan suara. "UU kita tidak mengakui perhitungan suara secara elektronik, berarti pencoblosan harus juga dilakukan secara manual," papar Hasyim. Karena itu yang dapat diotomatisasi dengan menggunakan teknologi elektronik ini baru proses registrasi saja, papar doktor lulusan TU Delft, Belanda, ini.
Diskusi kemudian berkembang ke arah prospek pemanfaatan sistim ini dalam pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang akan mulai bergulir dengan segera. Karena itu, pembangunan sistim seperti ini sebenarnya investasi yang menguntungkan buat negara karena akan dipakai secara berulang dan terus menerus. Tantangannya adalah bagaimana membuat sistim ini murah karena ukuran sebuah laptop di Indonesia masih terasa mahal.

Pembicaraan yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban itu kemudian merekomendasikan untuk terus melakukan kajian penggunaan teknologi e-voting dalam dua fase selanjutnya, yaitu fase pencoblosan dan fase perhitungan suara. Meskipun UU belum memungkinkan, kita harus melangkah mendahului dengan menyiapkan kajian tentang hal itu, kata seorang peserta diskusi. Peserta yang lain mengusulkan untuk mempresentasikan sistim ini ke hadapan anggota legislatif baik pusat maupun daerah, sehingga diharapkan dapat digunakan dalam pemilihan-pemilihan yang akan berlangsung. Ade K. Mulyana, director of research division ISTECS yang mengadakan acara ini, menyebutkan bahwa sistem ini sangat baik jika bisa diterapkan di Indonesia.(beritaiptek.com)

Template by : kendhin x-template.blogspot.com